Tuhan Sembilan Senti - taufik ismail

Tuhan Sembilan Senti

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa

tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai

merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR

merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,

hansip-bintara-perwira nongkrong merokok, di perkebunan pemetik buah kopi

merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan

pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi perokok,

tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di ruang kepala

sekolah ada guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah

dosen merokok, di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan

kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang

duduk orang bertanding merokok, di loket penjualan karcis orang merokok,

di kereta api penuh sesak orang festival merokok, di kapal penyeberangan

antar pulau penumpang merokok, di andong Yogya kusirnya merokok, sampai

kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi

tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung merokok, di restoran di

toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan abab rokok,

bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur

ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling

menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya.

Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di

kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat

penularannya ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di

dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,

bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat

merokok, di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang tunggu

dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok, di pinggir lapangan voli orang

merokok, menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola PSSI

sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan

bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor

perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil 'ek-'ek orang goblok merokok, di

dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok, di

ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok

merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi orang

perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat

merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli

hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi

ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip

berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, ke

mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99

butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka

memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan

tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul

yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. Mamnu'ut

tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. Kyai, ini ruangan

ber-AC penuh. Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.

Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15

penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000

zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith.

Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu,

sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,

lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini. Banyak yang

diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu

ujung rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir. Asap

rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai

terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120

orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih

dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang

bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban

narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa

di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan

celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan

indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku' dan

sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan

fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap

tuhan-tuhan ini,

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

****

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar